Selasa, 21 Februari 2017

Bye blog ~~

Hahaha every girls worst feels 


this is it


at least....

Random

Aku menulis ini bersama rasa sakit yang tidak benar-benar kamu pahami. Aku menatap laptopku dengan wajah masam, berujung pada perasaan yang tidak berhasil kau tebak. Mengertikah kamu, perjuanganku juga butuh kepedulianmu?

Entah karena kau terlalu bodoh untuk menilai atau terlalu egois untuk memaklumi. Aku mencoba sabar, mencoba sabar menghadapimu. Aku berusaha bertahan, berusaha mempertahankan yang harusnya aku lepaskan. Aku sudah menunggu sangat lama, mengharap pengertianmu menderas ke arahku. Tapi, hal itu tak kunjung kutemui. Kamu masih begitu, dengan omonganmu, dengan tingkahmu yang tak berubah.

Apakah kesabaran yang kulakukan benar-benar tak terlihat di matamu? Kau mengetahui segalanya kan? Mengapa hanya diam dan bisumu yang selalu kudapati di hari-hari  selepas kebersamaan kita?

Aku ketakutan dan kedinginan sendirian. Kamu tak pernah ada di sini saat aku butuhkan. Aku juga tak paham lagi. Pantaskah sosokmu selalu kupertahankan? Jika yang kudapatkan hanya pengabaian, ketidakpedulian dan kebohongan; bagian manakah yang bisa memberi kebahagiaan?

Kamu jauh di sana, tak banyak yang kau lakukan selain mengirim pesan singkat atau menyapaku dari ujung telepon. Tak banyak yang bisa kita lakukan selain saling merindukan. Rasa perih itu semakin membesar, membentuk luka yang mungkin sulit sembuh. Semakin sering aku tak melihatmu, ketakutanku di sini semakin menebal.

Perlukah aku membandingkan kamu dengan pria-pria lain yang lebih pandai meluangkan waktunya untukku, daripada sedikit waktu yang kauluangkan untukku? Kamu tak pernah peduli pada sakitku, perihku, dan sedihku. Kau biarkan aku menyelesaikan segalanya sendirian. Inikah wujud kepedulian yang selalu kau ributkan denganku? Mana kepedulianmu? Mana kehadiranmu? Kosong!

Jangan bilang rindu, jika kau tak bisa ke sini untuk buktikan perasaanmu.

Sabtu, 18 Februari 2017

Ruang Untuk Kita

Selamat malam Tuan yang entah mengapa terasa semakin jauh. Aku datang baik-baik untuk bertanya mengenai hal-hal manis yang kita jalani selama ini. Sejak dua puluh enam agustus tahun dua ribu tiga belas, kamu menyelip dalam ruang hatiku, menjadi sosok baru yang nampaknya menarik jika kunikmati dari berbagai sisi. Aku hanya ingin kamu tahu, kamu sudah jadi seseorang yang kuhargai keberadaannya, kutunggu pesan singkatnya, dan kurindukan suara beratnya. Kamu sudah jadi teman malamku, sapaan renyah pagiku, dan terik matahari siang yang membakar semangatku.

Kita sudah saling tahu sejak satu tahun lalu. Saat kautahu aku lebih memilih UI dan menanggalkan pengumuman diterima di UGM melalui jalur SNMPTN. Penasaran, itulah caramu menjelaskan awal perkenalan kita. Saat pesan singkatmu menggetarkan handphone-ku untuk pertama kalinya, saat tulisan besar kecil dengan tanda baca penuh itu memenuhi kotak masuk poselku; demi bumi dan langit, aku tak ingin membawa hubungan itu ke jenjang lebih serius. Cukup jadi teman.

Lalu, setahun kemudian kamu muncul dengan gaya baru. Bahasa yang tertata rapi yang membuatku kagum setengah mati. Jaket kuningku bersanding dengan jaket abu-abu kehijauan milikmu. Percakapan kita malam itu diawali dengan membandingkan UI dan UGM, tidak ada ketegangan, hanya rasa canggung yang kurasakan. Aku tak pernah berbicara senyaman ini dengan orang asing yang wajahnya belum pernah kutatap secara langsung. Pembicaraan panas itu merambat ke pembicaraan hangat, saat kauberbicara tentang puisi Chairil Anwar, cerpen Seno Gumira Ajidarma, serta kekagumanmu pada guru besar FIB UI; Sapardi Djoko Damono.

Hampir setiap malam, kamu menjadi bagian dalam hari-hariku, jadi tawa yang membawa damai sebelum tidur malamku. Tak hanya itu, kaudan aku rela terlelap hingga subuh, hanya karena tak ingin saling melepaskan. Terlalu terburu-burukah jika aku mencoba menyebut ini cinta? Jika terlalu tergesa-gesa, lalu apa namanya perasaan tak ingin melepaskan meskipun kutahu kamu tak mungkin berada dalam genggaman?

Dan, kedekatan kita, Tuan, sepertinya memang bukan lagi sebatas teman. Ketika kauberani mengganti "Dwit", menjadi "Ntaa." Singkatan dari cinta, katamu; yang berhasil membuatku muntah pelangi berak surgawi. Oke, jelek, ya, diksi yang kugunakan? Maaf, ya, siapalah aku ini dibanding sastrawan serba misterius seperti kamu? 

Awalnya, semua ini baik-baik saja. Sampai pada akhirnya aku tak tahan dengan kelancanganmu menyebut semua penghuni Gembira Loka dan Safari, saat kita bertengkar, soal pesan singkat yang kubalas lama, telepon yang tidak kujawab, dan isi mention bersama seorang pria yang tidak kaukenal. Aku membuka suara, kita sudah bicarakan hal ini berkali-kali. Aku sempat tak ingin membawa semua ke arah yang lebih serius karena kita berbeda, tolong garis bawahi itu, dan kauterima pendapat itu dengan lapang dada. 

Awalnya, Tuan, kita membuat kesepakatan, namun nampaknya cinta itu seperti kekuatan brengsek yang membuat aku dan kamu juga ingin melawan dalam ketidakberdayaan kita. Oke, kita sepakat tak pernah membawa semua ini ke dalam hubungan serius, tapi aku dan kamu ternyata mematahkan komitmen itu. Kita berontak, marah sama keadaan, marah dengan jarak, marah sama cinta, marah dengan kesepakatan awal. Aku dan kamu terlalu gengsi untuk membawa hubungan ini ke arah yang lebih serius. Selain terlalu gengsi, juga merasa belum siap pada jarak, pada perbedaan kita, pada masalah rindu, pada kurang ajarnya sinyal ponsel, pada ratusan kilometer jarak antara Bogor dan Jogjakarta. Kita marah sama siapapun, sama apapun yang membuat aku dan kamu selalu emosi setiap mendengar kalimat "Sebenarnya status kita ini apa? Siapa kita? Apa yang kita rasakan?"

Setelah lelah marah pada keadaan, kamu menyuruhku untuk mencari penggantimu. Aku tertawa, bergelak kencang sekali. Lalu, setelah tawaku diam, kamu berikan alasan. Kamu ingin lihat aku bahagia dengan yang lain, agar kamu punya alasan untuk melepaskanku dan tidak lagi mengharapkanku. Aku tertawa semakin geli, tapi mataku basah karena tertawa terlalu kencang. Kusambut saranmu dengan menyuruhmu juga mencari yang lain, agar aku bisa melepaskanmu dan melihatmu bahagia; meskipun kebahagiaanmu tidak lagi membutuhkanku.

Sekarang, rasanya keinginan kita sudah terwujud. Keinginan dua orang bodoh yang terlalu gengsi menyatakan perasaan, terlalu takut meminta kejelasan, dan terlalu takut melawan keadaan. Kamu entah dengan siapa sementara aku dengan dia. Hahaha! Terluka.

Ini bodoh, sungguh, maksudku apa susahnya bilang kalau aku dan kamu inginkan penyatuan? Punya satu tujuan? Mau saling memperjuangkan? Iya, berbicara cinta dan sayang memang tak mudah, tapi bukankah lebih menyakitkan jika kita hanya bisa saling gengsi, saling diam, tapi juga cemburu? Bukankah lebih menyedihkan jika aku dan kamu hanya bisa tertawa sebenarnya kita sangat tersiksa?

Bisakah kaubayangkan rasanya jadi dua orang yang saling mencintai tapi mereka termakan gengsi sendiri? Bisakah kaurasakan sakitnya dua orang yang saling merindukan, tapi hati mereka tak saling menyatukan? Tuan, bisakah kauresapi air mata dua orang yang saling berjauhan hanya karena mereka takut pada arus cinta yang semakin dijauhi justru semakin deras?

Hatimu sudah jadi milikku, hatiku sudah jadi milikmu. Namun, mengapa aku dan kamu tak kunjung menciptakan ruang untuk kita? Ruang tempat kita saling memahami juga mencintai, tanpa harus memerhatikan gengsi yang mematikan semua urat-urat hati.

untuk yang selalu percaya
saya tak punya cinta
saya tak pernah punya rindu
saya tak punya perasaan
Padahal, diam-diam;
dia sudah jadi segala– dalam kepala.

Intuisi

Aku? Aku? Aku? Siapa diriku ini? Cantik? Jauh. Pintar? Aduh. Kaya? Waduh jauh. Lantas siapakah aku? Manusia? Tentu. Oh,ternyata manusia. Bagaimana kedudukan aku? Apa? Kedudukan? Hehehe aku tersenyum.

Kamu? Siapa kamu? Cantik? Jelas, sinkron dengan biaya. Pintar? Sedikitlah. Kaya? Jelas,keluargamu kan berjaya. Manusia kan? Ya,iya. Jadi,bagaimana kedudukan kamu?

Aku dan kamu tidak jauh berbeda. Coba saja aku dan kamu memulai di garis yang sama.Namun,tak apalah. Wajar kamu meninggalkanku sesaat. Itu semua jerih payah leluhurmu,supaya generasinya  tidak perlu merasakan perihnya mendaki. Tapi setidaknya kamu lebih menghargailah. Kalau kamu tidak cerdas,bisa saja kamu jadi generasi terakhirnya. Kan kasihan.

Baiklah,dunia memang begitu. Kalian pasti pernah memandang realitanya. Tak perlu dongkol apalagi iri. Coba saja kita yang berada di posisi yang tinggi. Anggap saja kita menggapainya tanpa secuil mereka peduli. Namun,bila sudah tercapai,sekecil-kecilnya kita pasti akan menarik saudara kita. Betul kan? Sudah,tidak usah munafik. Coba bayangkan dan rasakan.

Okelah,jika tak bisa dielakkan,aku bisa terima. Hanya saja,wahai kalian yang merasa tinggi. Jangan terbawa emosi. Lihat rakyat yang di tepi. Duduk menengadah sendiri. Berpikir tentang kejamnya negeri.

#gabut #gajelas bzzzzzz

Nevermind

Maaf? Haha maaf. Senyumku menyeringai. Sekali lagi? Hahaha. Terakhir? Hahahaha. Tawaku semakin kencang.  Terakhir kali kamu juga seperti ini. Hanya saja sekarang kamu tampak lebih lucu. Ternyata memang kamu tidak berubah. Perkenalan kita selama ini sudah lebih dari cukup untuk mengetahui tabiat masing-masing dari kita. Kamu tahu betul, aku mulai lemah saat mendengar kata maaf yang berlebihan. Tentu,sebelum kamu minta maaf pun aku sudah memaafkan. Kamu seperti ini malah mempersulit keadaanku. Kamu muncul lagi seperti ini,rasanya seperti mengulang kejadian yang lalu. Posisi kita sama-sama tidak memungkinkan untuk bertemu. Bodoh,diluar sana mungkin masih banyak yang menantimu. Coba saja kau jalani dulu. Aku disini juga mencoba membuka lembaran baru. Oke,kamu sudah lama aku maafkan. Maaf ya maaf,tapi aku cukup ingat dengan kejadian lalu. Terimakasih telah mengisi hariku. Terakhir,aku mohon kamu untuk berhenti membuat guyonan di layar kacamu. Kalau memang ada sesuatu yang ingin atau belum sempat kamu sampaikan, sampaikan saja layaknya pria keren. Hahaha guyonanmu malah membuatmu semakin lucu dimataku.

Selasa, 14 Februari 2017

Keputusanmu

Untuk lelaki yang sempat melukis senyum di bibirku,

Tak perlu kau sesali lagi keputusan yang telah kau buat sendiri. Atau mungkin keputusan yang kau buat bertolak belakang dengan keinginanmu dulu. Kamu tahu betul sifatku,mungkin aku terlalu menjunjung egoku. Namun,tentu kau harus terima dampak keputusanmu. Berkali-kali kau menghubungiku,hatiku sempat goyah namun aku sadar lagi. Kasih,keputusanmu sendiri yang membuatmu terpuruk. Kita sempat memulai lagi dari awal,namun kau hancurkan lagi. Sekarang kuputuskan untuk tidak goyah, sebelumnya aku sudah bilang "aku bukanlah perempuan lemah seperti yang dulu kau kenal." Hatiku tak lagi akan goyah hanya dengan salam dan sapamu. Sekarang aku punya banyak prinsip dan aturan. Aku sudah lelah dengan peliknya perihal cinta. Mungkin aku sekarang akan kembali ke diriku yang dulu,menjadi sosok yang dingin. Hingga tiba saatnya seseorang datang menghampiriku di waktu yang tepat,saat hatiku sudah pulih dan bisa mengembalikan sifatku yang hangat seperti saat kita bersama dulu.

Dari perempuan yang pernah tersenyum karena ulahmu.

NB : ditulis saat hujan mengguyur,galau menggebu dan ketika sosokmu hadir lagi diingatanku.

Senin, 06 Februari 2017

Things to do

Hallo everyone, jumat lalu aku udah bikin daily activity buat tempo sebulan. Tapi baru berlangsung 3 hari dengan efektif tiba-tiba semua kacau karena sprint dengan tugas hmmm. Sebenernya,waktu luang aku udah diatur buat blogging,nonton,belajar buat sebuah target masa depan eleee (?) yaa apalah daya,tp tetep diusahain supayaa bs berjalan lancar. Sebenernya daily activity ini dibuat utk mengisi kekosongan hati *ehh* keluangan waktu maksudnya. Kayak yg dilakuin orang western gitu kan HAHAHA, ex : things to do in 2K17 dll. Aku sih termotivasi dengan buat things to do in February. Aku lakuin ini hanya karena aku cuma punya waktu kurang lebih 3 bulan lagi untuk suatu hal yang tak dapat ku definisikan disini. Sepertinya 3 bulan kedepan butuh stamina maksimal, biarkan waktu tidur berkurang demi suatu hal yang dapat kalian definisikan saat aku berhasil melakukannya. 3 bulan waktu yang lebih dari cukup,bukan?

Quotes of the day :
"The best years of your life are the ones in which you decide your problems are your own, You do not blame them on your mother,the ecology or the president. You realize that you control your own destiny." -Albert Ellis-

Minggu, 05 Februari 2017

2K15 part 2

Hello team 2k15 :p



jangan terlalu fokus dgn foto lelaki di bawah ini haha


wees,opo iki da? loncatnya kurang greget wkwk


ngalay ya di dinasti joseon :3


terbanglah tinggi terbanglah jauh,hentakkan sayapmu setinggi angkasa
jangan dulu mati sebelum berarti


nature light


bagusan blur ya team :p


belajar ngebatik sm si mbah,siapa tau kelak jadi wirausahawan batik elee. Aamiin




yaaa berdasarkan hasil observasiku,muka semua abdi dalem mirip semua wkwk.






abaikan foto dibawah yaa


hey soul sister,look into my eyes. I really love you,eventough i always make you cry almost everyday hahaha


Sabtu, 04 Februari 2017

Rabu, 01 Februari 2017