Heee gaada benefitnya baca postingan ini,lihat dari judulnya sih menarik. Setelah dibaca hmmmm
Gw sih mikir seribu kali menjadikan Ahok pemimpin gw.
Gw mau pemimpin yang berani. Tapi gw mau pemimpin yang juga pandai berartikulasi, dan kalo ngomong gak bikin resiko.
Menurut gw sih, Ahok ini PR disaster. Mimpi buruk humas. Di era di mana semua percakapan mudah direkam dan disebar-luaskan, pernyataan dan ujaran Ahok yang seringkali emosional dengan vocabulary yang lebih mirip obrolan kantin kampus rasanya tidak cocok datang dari pemimpin gw.
Beliau mengingatkan gw pada Travis Kalanick, CEO Uber, yang akhir-akhir ini membuat masalah dengan kepemimpinan dan ujaran-ujarannya. Yang paling konyol adalah ketika dia sedang naik Uber dan malah bertengkar dengan sang driver. (artikel di Bloomberg).
Kalau gw mencari pemimpin, pengennya yang kayak President Kirkman di serial Designated Survivor. Pintar, tegas, pandai memotivasi anak buah, dan di depan TV juga jelas berbicara – santun dan memotivasi, tapi tidak berlebihan bumbu kata-kata puitis dan berima. Plus dulunya jagoan tembak-tembakan dan menumpas teroris. (Eh ini kecampur sama serial lain ding…)
Bagi gw, Ahok terlalu bahaya menjadi pemimpin. Terlalu berisiko.
Syukurlah, tanggal 19 April nanti, gw gak lagi memilih pemimpin.
Sejak kapan seorang gubernur menjadi pemimpin gw? Bagi gw “pemimpin” itu menentukan visi hidup gw pribadi, apa yang harus dicapai gw dalam jangka panjang dan pendek, apa yang harus gw percayai, dan bahkan menentukan agenda gw sehari-hari.
Pemimpin gw saat ini siapa? Rasanya kalo dari kriteria di atas, yang pertama adalah bayi gw yang berusia 6 bulan. Hebat deh dia. Dia bisa menentukan apakah gw harus bangun jam 3 pagi dalam keadaan zombie buat megangin botol susu biar gak lepas dari congornya. Dia bisa mengubah total rencana weekend gw dengan cara tidur di saat yang harusnya dia gak tidur. Dia bahkan bisa memaksa mengganti baju gw dengan cara muntah di bahu gw. Ketika tindakan gw sehari-hari bisa dpaksa oleh doi, doi jadi pemimpin gw. Boss Baby nih namanya.
Pemimpin gw yang lain ya bos gw di kantor. Dia bisa menetapkan target bisnis yang gw harus berkontribusi. Dia bisa menyuruh gw ke meeting yang gw sudah mengiba-iba agar gak disuruh pergi (dan tetap pergi). Dan dia sangat berpengaruh dalam menentukan visi dan arah hidup gw dari 3-12 bulan ke depan.
Seorang gubernur, bagi gw, bukan pemimpin.
Gubernur itu esensinya bagi gw adalah seseorang yang bisa membuat hidup kita sebagai warga negara kota berkurang ribetnya, kalo bisa lebih nyaman. Udah itu aja.
Gw gak perlu gubernur buat keputusan hidup gw yang penting, dari jangka panjang maupun jangka pendek. Gw milih jodoh sendiri, milih agama gw sendiri, milih berdebat enakan ayam KFC original ato crispy sendiri (btw, jawabannya adalah KFC original. Sesungguhnya mereka yang memilih KFC crispy termasuk orang-orang aneh), milih warna baju sendiri, milih nonton Netflix apaan sendiri, sampai milih aroma shower gel sendiri (menthol is the best, btw. Gw jadi dingin2 empuk gitu).
Gubernur bukan pemimpin gw, tapi gubernur bisa menentukan apakah urusan gw dengan kota ini lebih nyaman atau tidak.
Seorang gubernur (BAGI GW, bagi orang lain sih terserah) adalah seorang yang gw pilih supaya sehari-hari hidup gw yang udah ribet ini tidak ditambah ribet lagi dengan birokrasi bertele2, infrastruktur yang mangkrak, sarana umum yang tidak nyaman, duit pajak yang ditilep gak jelas. Bagi gw, seorang gubernur ya tugasnya sekedar membuat hidup gw sebagai penghuni kota ini lebih nyaman dan tidak terlalu repot, karena aspek hidup gw yang laen sudah cukup bikin repot.
Dengan definisi ini, seorang gubernur malah esensinya lebih dekat dengan penyedia jasa Go-jek, atau Go-Massage. Istri gw kemaren menikmati layanan Go-Massage. Gak usah keluar rumah, tinggal pijit2 layar hape, eh beberapa menit kemudian gantian kakinya yang dipijit2. Nyaman, gak ribet, gampang. Manfaat yang sama yang gw cari dari gubernur, bukan pemimpin. Dan ini gw temui saat terakhir mengurus Kartu Keluarga baru dan akte lahir buat anak di kantor kelurahan. Kantor kelurahan sekarang punya antrian jelas, staf yang melayani di depan dengan ramah, bahkan sampai follow-up sesudah gw pulang (gw mendapat SMS mengingatkan untuk mengambil Kartu Keluarga yang sudah selesai). Jaman dulu gak ada nih pengalaman kelurahan yang bahkan lebih cepat dari bank BUMN tertentu.
Begitu juga “pasukan pensil warna” (kayaknya warnanya udah ada dua belas kayak satu set pensil warna) yang repot demi kita nyaman. Pasukan yang membersihkan sampah teratur, pasukan yang memastikan selokan tidak tersumbat saat hujan deras, sampai pasukan yang khusus melayani lansia. Warna-warni tapi satu manfaat: bikin hidup gw sedikit berkurang ribet, dan lebih nyaman.
Akui saja, kita kan mental majikan. Pengen hidup tidak serepot mungkin. Makanya kita senang dengan layanan online seperti Gojek, Go-food, Go-massage. Dan ini juga yang kita bisa harapkan (dan sampaikan kepada seorang gubernur). Tetapi “BIKIN HIDUP GW NYAMAN DAN GAK REPOT!!!” bukan sesuatu yang bisa gw sampaikan ke bos gw yang pemimpin organisasi. Makanya gubernur bukanlah pemimpin gw.
Gw pernah ngobrol dengan seseorang yang saat ini bekerja di Pemda DKI. Dia mengeluhkan nasibnya yang berubah total sejak pergantian Foke ke Ahok, salah satunya absensi yang menjadi akurat dan ketat, dan kinerja staf Pemda yang sangat dievaluasi. Gw akan selalu inget kata-katanya, “Ya buat yang jadi warga sih enak. Gw yang empot2an”. Saat itu gw berusaha mempertahankan muka empati dan pengertian, walaupun dalam hati gw sedikit senyum. Oke, senyum lebar sih.
Ahok memang bahaya menjadi pemimpin. Doi parah banget soal public speaking, ancur malah. Plus doi gak bisa joged pulak (gw pikir gw yang paling ancur urusan jogedan, ternyata Ahok lebih hopeless sih). Doi emang tahunya cuma kerja. Sama kayak gw mendapatkan kurir Gojek, pengennya yang sigap dan bisa mengantarkan paket dengan cepat dan selamat. Gw gak perlu kurir Gojek yang dateng bacain gw puisinya Rangga.
Ahok memang bahaya menjadi pemimpin. Makanya tanggal 19 April gw gak memilih dia jadi pemimpin gw. Terserah sih kalo orang lain mau menjadikan Ahok “pemimpin” mereka, gw sih ogah. Gw memilih dia biar hidup gw di DKI Jakarta ini sedikit lebih nyaman, gak terlalu rempong, gak terlalu ribet, dan pajak gw gak ditilepin.
(Sampai di sini dulu tulisan gw. Pemimpin gw yang sebenarnya udah teriak2 manggil minta digendong….)
Selamat memilih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar