Aku mengaguminya,menahan rasa yang bergejolak,bertahan melawan kodrat agar tetap teguh pendirian. Aku dan kamu sudah terlanjur dekat,entah mengapa perlakuanmu selalu saja membawa diriku terbawa arus,mengalir deras tak bermuara. Memang perasaanku mengalir deras,namun perhatianku mengalir tenang seolah tak ada apa-apa. Kamu bilang,aku seperti mimosa (putri malu),selalu saja menutup diri saat kamu bicara tentang perasaan. Perhatianmu begitu menderas kepadaku,entah sebagai wanita yang ingin kau lindungi atau hanya sebagai teman. Yang hanya perlu kau tahu,aku disini berharap lebih saat kamu mengirim pesan singkat untuk memastikan apakah aku pulang dengan aman dan juga kegiatan yang sudah kulalui hari ini. Kamu juga selalu memperhatikan perkembangan tulisanku, apakah aku hari ini sudah menulis dengan baik atau hari ini aku hanya membuang-buang waktu saja. Tak heran mengapa perasaanku mengalir deras ke arahmu,kita berteman tapi sungguh spesial. Setiap kali kamu disibukkan dengan kegiatan BEM fakultas ,kamu selalu berusaha menelpon atau mengirim pesan suara karena kamu tahu aku tidak suka kehampaan tanpa kabar. Kamu tahu betul cara membuatku merasa begitu spesial. Aku lebih senang berkomunikasi denganmu lewat perantara,dibandingkan dengan pertemuan nyata. Aku sadar,gelar mimosa memang patut dikalungkan di leherku. Sebab,tiap kali kau menyentuh perasaanku saat itu pula aku menutup diri. Mungkin aku terlalu naif,aku tidak berpengalaman dalam hal seperti ini. Yaa,ini pertama kalinya aku merasa sesuatu yang begitu berbeda. Karena kenaifanku ini,aku membuat hati seseorang terluka. Iyaaa dia, dia yang ternyata wanita yang tengah menjalin hubungan denganmu. Bukan aku ingin menjadi orang ketiga,tapi aku sadar kehadiran wanita itu tak pernah sepatah pun kau ceritakan. Disini aku merasa bahwa kamu terlalu serakah, kamu milik dia tapi kamu juga memilih aku. Sepertinya cinta pertamaku berhenti sampai disini. Selamat tinggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar